|
1.1. Latar Belakang
Cabai merah merupakan kelompok tanaman yang tergolong hortikultura yang
sering kita temui di pasar. Tanaman ini berbentuk perdu yang tingginya mencapai
lebih dari satu meter dan bisa di panen lebih dari satu kali. Buah cabai merah
sendiri memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, seperti : kalori, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan Vitamin C. Selain itu, cabai
merah sendiribanyak dimanfaatkan sebagai menu masakan masyarakat, industri
bumbu makanan dan industri obat-obatan tradisional (Herawati, 2012). Budidaya
cabai merah dapat meningkatkan pendapatan petani karena banyaknya kebutuhan
konsumen akan produk ini yang biasanya harganya melonjak memasuki bulan
ramadhan.
Nusa
Tenggara Barat merupakan salah satu dari 34 provinsi yang ada di Indonesia yang
juga merupakan penghasil komoditi cabai merah. Menurut Badan Pusat Statistik
NTB (2014) produksi cabai merah di provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2012
sebesar 36.882 ton sedangkan pada tahun 2013 menurun menjadi 35.324 ton atau
sekitar 4,22%. artinya produksi cabai merah di provinsi Nusa Tenggara Barat
cenderung menurun yang mengakibatkan pemerintah mau tidak mau melakukan impor
produk cabai merah dari luar. Berdasarkan data tersebut bahwa terjadi penurunan
produksi cabai merah pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Suwardji
(2013) melaporkan hal ini diakibatkan oleh alih fungsi lahan menjadi non pertanian,
Kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah menurun, Degradasi lahan yang kaitannya
dengan lahan kering berproduksi rendah dan bahan organik tanah yang rendah.
Seperti halnya tanah di pulau Lombok tengah bagian selatan yang didominasi oleh
tanah vertisol di Desa Batu Jai dengan jumlah bulan hujan hanya berkisar 3-4
bulan dengan kandungan bahan organik dalam tanah yang rendah yaitu 0,58-1,46
% dan didominasi oleh tanah vertisol.
(Kusnartaet al, 2011).
Untuk mengatasi
hal tersebut perlu adanya suatu langkah yang tepat dengan membuat suatu
bedengan yang mengolah tanah seminimum mungkin (Minimum tillage) dan bertahan
lama atau yang sering dikenal sebagai system bedeng permanen.Sistem bedeng permanen merupakan suatu sistem
pengolahan tanah yang baik untuk mengolah tanah vertisol seminimum mungkin
(Minimum tillage) dan bisa digunakan dalam kurun waktu yang yang lama (4 atau 5
tahun). Keunggulan dari sistem bedeng permanen
sendiri adalah dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki kemantapan
agregat tanah, mengurangi biaya pengolahan tanah, efisiensi dalam penggunaan
air dan meningkatkan pendapatan petani(Ma’shumet al., 2005).Menurut Mahrupet
al. (2005) menyatakan bahwa penerapan sistem bedengan permanen dapat
memberikan hasil yang baik pada tanaman palawija yang ditanam setelah panen padi
dimusim hujan karena dapat menghemat penggunaan air.
Upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai merah pada sistem bedeng permanen adalah
dengan memasukkan limbah hasil-hasil pertanian yang sudah matang atau bahan
organik ke dalam tanah. Menurut Hanafiah (2004) Bahan organik mempunyai peranan
yang penting dalam kesuburan tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
tanaman karena memiliki senyawa perangsang tumbuh sebagai pembenah tanah maupun
media tumbuh tanaman sehinga penambahan bahan organik kedalam tanah sangat
perlu dilakukan. Bahan organik tersebut seperti pupuk kandang dan biochar. Menurut Sukartono (2011) Biochar adalah arang hayati
yang terbuat dari berbagai limbah pertanian organik yang dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik karena mengandung senyawa-senyawa bermanfaat seperti N,
P, K, Ca dan Mg. Sedangkan Menurut Mulyati dan Susilowati (2006) bahwa pupuk
kandang berperan sebagai bahan pembenah tanah dan juga mempunyai banyak manfaat seperti memperbaiki
struktur tanah, mengikat lengas, meningkatkan daya ikat ion, memacu aktivitas
mikroba pendaur hara dan pendekomposisi bahan organik di dalam tanah. Pupuk kandang memiliki unsur hara yang berguna bagi
pertumbuhan dan produktivitas cabai merah seperi N,P, K, Ca, Mg dan S.
Dari hasil penelitian yang
pernah dilakukan, bahwa biochar lebih lambat dalam menyediakan unsur hara bagi
tanaman dibandingkan dengan pupuk kandang, akan tetapi dalam mempertahankan
jumlah karbon dan unsur hara dalam tanah Biochar lebih baik jika diaplikasikan
di lapangan. Hal ini karena sifat stabil dari biochar dan secara kimia dan
biologis, biochar dalam tanah bersifat rekalsitran sehingga relatif tahan
terhadap perombakan mikroorganisme, sehingga dapat bertahan dengan waktu yang
lama. Penggunaan biochar dalam
mempertahankan sifat fisik dan kimia dalam tanah lebih hemat dalam
aplikasi di lapangan dibandingkan dengan pupuk kandang yang harus diberikan
pada setiap musim tanam di tanah vertisol untuk mempertahankan sifat fisik dan
kimia tanah serta memerlukan tenaga dan biaya yang banyak. Penambahan pupuk
kandang di tanah vertisol disatu sisi mampu dengan segera meneyediakan hara,
akan tetapi unsur-unsur hara didalamnya lebih cepat tercuci dibandingkan
menggunakan biochar. Hal ini karena biochar secara langsung berkontribusi
terhadap jerapan hara melalui interaksi muatan pada luas permukaan jerapan yang
tinggi. Sehingga alternatif yang paling baik adalah mencampur biochar dan pupuk
kandang agar hasil pencampuran dari kedua bahan organik tersebut lebih baik
lagi. Pencampuran dari biochar dan pupuk kandang
memiliki keuntungan karena kedua bahan ini mempuyai peran yang sama pada tanah
yaitu sebagai bahan pembenah tanah. Penggunaan biochar dan pupuk kandang
sebagai bahan pembenah tanah dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Sifat fisik tanah sendiri antara lain dapat meningkatkan kemampuan tanah
dalam menahan air, memperbaiki struktur tanah serta menurunkan keteguhan tanah.
Pengaruh dari sifat kimia tanah seperti memperbaiki pH tanah, meningkatkan C
organik dalam tanah serta unsur hara N, P dan K. Serta sifat biologi tanah
adalah memacu aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan (Ma’shum dan
Sukartono, 2012).
Kandungan dari biochar dan
pupuk kandang yang diaplikasikan pada sistem bedeng permanen mempunyai manfaat
yang baik dalam budiddaya cabai merah di Desa Batu Jai yang tergolong tanah
vertisol. Sifat dari tanah vertisol sendiri sangat lengket dimusim hujan dan
sangat keras dimusim panas sampai terlihat retakan-retakan yang begitu dalam
atau dikenal dengan istilah mengembang dan mengkerut. Sehingga petani di Desa
Batu Jai banyak yang mengeluh karena tanahnya sulit diolah dan tenaga serta
biaya yang dikeluarkan pun cukup besar. Pengaruh dari kedua bahan organik
tersebut bisa memperbaiki struktur tanah vertisol menjadi lebih remah agar
sistem perakaran tanaman mudah menembus tanah. Oleh karena itu dengan
penggunaan campuran kedua bahan organik tersebut yang diaplikasikan pada sistem
bedeng permanen dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap tanah vertisol
yang berada di Desa Batu Jai.
Berdasarkan
uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang :“Modifikasi
Campuran Biochar dan Pupuk Kandang Yang Diaplikasikan Pada Sistem Bedeng
Permanen Tanaman Cabai Merah”.
1.2.Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
1.2.1. Tujuan
Penelitian
Tujuan dari kegiatan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis campuran biochar dan pupuk kandang
yang terbaik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annum, L.) serta kesuburan
fisik dan kimia tanah pada sistem bedeng permanen.
1.2.2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang baik kepada masyarakat,
petani dan pemerintah tentang dosis mana yang paling baik dalam penggunaan biochar sekam padi yang dicampur
pupuk kandang pada sistem bedeng permanen untuk meningkatkan pertumbuhan dan
hasil cabai merah.
1.3. Hipotetis
Diduga dengan
pemberian dosis biochar sekam padi yang dicampur dengan pupuk kandang yang
berbeda dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai merah serta kesuburan
fisik dan kimia tanah pada sistem bedeng permanen.